Hari ini :

Neoliberal dan Islam

Belakangan ini kata neolibelarisme kembali menjadi bahan pembicaraan publik terutama sejak SBY menetapkan Boediono sebagai pasangannya dalam pemilihan presiden untuk periode 2009-2014 yang akan datang karena Boediono dianggap selama ini sebagai penganut faham neoliberal. Tak urung faham tersebut menjadi alat untuk melemahkan posisi lawan politik dan mendikotomikannya dengan faham kerakyatan yang usung oleh ketiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Publik mempersoalkannya seolah-olah neoliberalisme itu barang haram dan kerakyatan itu barang halal sehingga yang pertama harus dijauhi sepenuhnya dan yang terakhir harus diikuti sepenuhnya tanpa lebih dahulu mengetahui dan memahami apa dan bagaimana isi keduanya. Tulisan ini terutama mengulas faham neoliberal yang menjadi bahan perdebatan publik diberbagai media cetak dan elektronik seperti milis dan bagaimana islam mensikapinya.

Konsensus Washington:

Washington Consensus pada awalnya diperkenalkan oleh John Williamson yang menggagas sepuluh butir kebijakan ekonomi sebagai resep standar yang disepakati oleh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional dan Departemen Keuangan Amerika, yang ketiganya bermarkas di Washington, untuk negara-negara berkembang di Amerika Latin yang mengalami krisis ekonomi pada waktu itu. Kesepuluh butir kebijakan ekonomi tersebut yaitu*): 1). Defisit anggaran untuk menjaga stabilitas harga dan ekonomi makro sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi. 2). Realokasi pembelanjaan pemerintah dari sektor-sektor yang kurang ekonomis ke sektor-sektor yang memiliki potensi meningkatan distribusi pendapatan seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. 3). Reformasi perpajakan untuk memperluas obyek pajak. 4). Liberalisasi sektor keuangan dengan suku bunga yang ditentukan oleh pasar. 5). Penyatuan nilai tukar mata uang pada tingkat yang kompetitif untuk mempercepat pertumbuhan ekspor. 6). Pembatasan perdagangan secara kuantitatif diganti dengan penetapan tarif. 7). Menghapus berbagai hambatan bagi masuknya penanaman modal langsung. 8). Privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara. 9). Penghapusan berbagai peraturan yang membatasi masuknya pemain baru atau tingkat persaingan. 10). Sistem hukum harus menjamin hak-hak kepemilikan dan berlaku bagi sektor informal.

Dari kesepuluh butir kebijakan ekonomi tersebut, yang paling mendekati faham neoliberal menurut penggagasnya, John Williamson, adalah butir tentang privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara, dengan tujuan terutama untuk meningkatkan efisiensi dan profitabilitas perusahaan tersebut. Menurutnya, penolakan terhadap privatisasi tersebut lebih disebabkan oleh prosesnya yang korup dan hak monopoli yg masih dinikmati oleh perusahaan hasil privatisasi sementara regulasi yang ada tidak memadai untuk melakukan kontrol terhadap keduanya.

Neoliberalisme adalah faham ekonomi yang muncul dipenghujung abad ke 20 dan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari faham liberal tetapi dengan pengaruh teori ekonomi neoklasik. Faham liberal yang mendominasi negara-negara didunia sejak akhir perang dunia II sampai dengan tahun 1970an, berpendapat perlunya suatu perencanaan ekonomi yang dapat menghindari terulangnya kembali depresi besar pada tahun 1930an, yaitu dengan mengatur perdagangan bebas berdasarkan nilai tukar tetap yang ditentukan oleh pemerintah dan mata uang dollar AS sebagai patokannya yang dapat ditukar dengan emas pada harga tetap. Faham ini beranggapan bahwa kesejahteraan ekonomi akan dicapai dengan menerapkan sistem pasar bebas tetapi dengan campur tangan pemerintah dan memberikan ruang gerak sangat besar bagi para memilik modal sebagai penggerak utama ekonomi. Faham liberal ternyata menghasilkan akumulasi kapital dari pemilik modal, meningkatkan pengangguran dan inflasi yang berkepanjangan dan akhirnya kolap. Faham ini kemudian diperbaiki dan diganti dengan neoliberalisme.

Prinsip dasarnya inti dari faham neoliberal ini adalah perdagangan dan pasar bebas dengan tujuan agar semua negara dapat menikmati keuntungan dari meningkatnya taraf hidup melalui perbaikan arus investasi dan perdagangan antar negara tersebut. Faham neoliberal mensyaratkan adanya pengalihan sebagian peran pemerintah kepada swasta dalam rangka efisiensi birokrasi dan perbaikan ekonomi.

Krisis ekonomi global selama tahun 1980an dan runtuhnya blok komunis pada akhir tahun 1980an telah memicu timbulnya kritik atas campur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi dan sekaligus munculnya dukungan terhadap kebijakan reformasi pasar bebas. Beberapa negara komunis seperti Yugoslavia dan China mulai menerapkan faham neoliberal dalam kebijakan ekonominya. Sejak itu, faham neoliberal telah banyak merubah tatanan ekonomi dunia dan ekonomi China sekarang telah menjadi salah satu yang terkuat dan terbesar didunia setelah menganut ekonomi pasar terbuka.

Pendekatan Islam:

Semasa pemerintahan Nabi Muhammad SAW di Medinah suatu ketika pernah terjadi kenaikan harga-harga barang dipasar dan beliau diminta oleh sahabatnya untuk turun tangan dan menetapkan harga tetapi beliau menolaknya dengan alasan bahwa pasarlah yang menentukan harga. Beliau hanya akan turun tangan bilamana didalam pasar tersebut telah terjadi kecurangan, praktek penimbunan barang dan prakek-prakek lainnya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ini artinya, didalam menjalankan pemerintahan dan perekonomian, Nabi Muhammad juga menganut faham ekonomi pasar. Pemerintah hanya berperan untuk memastikan agar para pelaku pasar menerapkan nilai-nilai moral dan etika didalam menjalankan kegiatannya sehingga pasar dapat berjalan dan berkembang secara alamiah. Beliau bahkan memberi perumpamaan bahwa pasar itu ibarat masjid, dimana siapa yang datang lebih dahulu maka dialah yang akan memperoleh keuntungan lebih dahulu pula. Dengan demikian, apakah ekonomi pasar bebas sebagai ciri utama faham neoliberal itu sepenuhnya salah atau tidak islami? Bukankah faham neoliberal juga masih mengakui adanya peran pemerintah sekalipun minimal? Yang menjadi persoalan adalah bahwa ekonomi pasar bebas tersebut telah dipraktekkan secara kebablasan dalam arti bebas menggunakan cara apapun untuk memperoleh keuntungan finansial yang sebesar-besarnya. Prinsip menghalalkan cara inilah yang sebenarnya menyebabkan timbulnya kekacauan dan ketidak adilan ekonomi. Sebagai agama universal, Islam bukanlah agama yang eksklusif tetapi inklusif. Ajarannya bersifat terbuka dan berlaku untuk siapa saja yang mau mengikutinya. Oleh karenanya kegiatan ekonomi dan sosial sebagai bagian dari kegiatan hubungan antar manusia seharusnya tidaklah lagi tertutup atau dibatasi oleh aturan wilayah atau negara. Kalaupun diperlukan adanya aturan disuatu wilayah atau negara, maka hal itu semata-mata untuk memudahkan, bukan menghambat, kegiatan ekonomi itu sendiri. Dengan semakin terbukanya suatu negara bagi negara lain maka dunia akan menjadi satu kesatuan. Manusia dan barang telah semakin bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain seperti yang telah terjadi di Eropa dan sedang terjadi di negara-negara lainnya termasuk Indonesia. Keadaan ini yang lazim kita kenal dengan globalisasi. Jadi, globalisasi yang sering diidentikkan dengan faham neoliberal sebenarnya sejalan dengan ajaran islam yang bersifat universal. Kata universal itu sendiri artinya setali tiga uang dengan kata global. Yang menjadi persoalan adalah bahwa proses globalisasi itu dilaksanakan tanpa memperhatikan nilai-nilai moral dan agama sehingga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak atau eksploitasi oleh yang berkuasa kepada yang lemah. Keserakahan dan kepentingan duniawi mendominasi akal sehat setiap pelaku ekonomi didalam menjalankan kegiatannya sehingga yang terjadi adalah kerusakan ekonomi dan sosial seperti meningkatnya kemiskinan, pengangguran dan perilaku masyarakat yang menyimpang dan sebagainya. Yang terjadi juga adalah yang kuat menekan yang lemah. Persaingan akan selalu berakhir pada kemenangan satu pihak atas kekalahan pihak lain. Globalisasi yang sebenarnya merupakan suatu keniscayaan telah menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar penghuni bumi ini karena pelaksanaannya menggunakan cara-cara dan alat-alat yang tidak sesuai dengan tujuan dari globalisasi itu sendiri. Neoliberalisme sering juga diidentikkan dengan globalisasi karena dinilai sama-sama pro pasar bebas. Seharusnya, selama sistem perdangan dan pasar yang dipakai itu masih memberikan ruang gerak kepada pemerintah untuk ikut mengontrol dan mengoreksi penyimpangan yang terjadi agar tujuan mensejahteraan rakyat tercapai dengan cara-cara yang etis, maka kita harus menerima sistem itu tanpa harus terjebak dengan istilah neoliberal atau globalisasi yang berkonotasi atau diartikan secara negatif. (rizqullah.niriah.com).




About this entry

Posting Komentar

 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2008